Taman Kalbu

0 komentar

Beribu malu menerpa taman kalbu
Menjadikannya kelam menebar
Mawar yang tiada pernah merekah

Resah kian menjalar, rindu kian mengakar

Indahkah?

Jurnal 2

0 komentar

Gila, ga ada kerjaan tapi tulisan ga beres-beres, tugas ga kelar-kelar.

Kemarin malam saya baca Hujan Bulan Juni nya Pak Sapardi Djoko Damono sampai larut dan ketiduran. Habisnya asik sih. Diksi nya sederhana, isi nya pun gampang divisualisasikan di otak pembaca. Puisi-puisinya begitu hidup, dengan kata lain, mengajak pembaca berpetualang seru dalam ruang penafsiran di otak mereka. Tapi ada beberapa puisi yang, bagi saya, sukar dimengerti, walau bisa diimajinasikan dalam kepala. Misalnya puisi yang berjudul "Tengah Hari".

Puisinya bagus-bagus pokoknya (kalau ga bagus ga akan saya beli dong, atau mungkin ga akan pernah dibukukan sebelumnya -_-) cerminan dari kreatifnya imajinasi Pak Sapardi pun kontemplasi beliau yang begitu luas dan mendalam. Salah satu contoh pujangga paling berpengaruh di Indonesia.

Disini saya ingin membagikan dua puisi Pak Sapardi dari buku nya Hujan Bulan Juni

TANGAN WAKTU

selalu terulur ia lewat jendela
yang panjang dan menakutkan
selagi engkau bekerja, atau mimpi pun
tanpa berkata suatu apa

bila saja kau tanya: mau apa
berarti terlalu jauh kau sudah terbawa
sebelum sungguh menjadi sadar
bahwa sudah terlanjur terlantar

belum pernah ia minta izin
memutar jarum-jarum jam tua
yang segera tergesa-gesa saja berdetak
tanpa menoleh walau kau seru

selalu terulur ia lewat jendela
yang makin keras dalam pengalaman
mengarah padamu tambah tak tahu
memegang leher bajumu

(Damono, 1959)

AKU INGIN

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Damono, 1989)

Oiya, buku kumpulan puisi "Hujan Bulan Juni" nya Pak Sapardi Djoko Damono bisa didapat di toko buku Gramedia dengan harga Rp. 68.000

Petuah Terakhir Sang Kakek

0 komentar

Mencintalah sebelum hujan hujam tanah basah
Mengubur dirinya atau lenyap dalam sungai yang tak kenal muara

Membencilah seperti abu lupa pada nyala api dulu
Yang kukuh tak tersulut walau panas lagi merenggut

Bersabarlah bak senja yang tak berkeluh pada singkat nya masa
Yang percaya pada hari tuk melukis nya kembali

Bekerjalah seperti jantung hidupi mu dalam alunan tiada jemu
Yang detak nya tegar mengabdi walau seringkali kau khianati

Rehatlah dalam cahaya kejayaan bukan dalam ketidakpastian
Yang taringnya siap terkam tubuh lengahmu dari gelapnya waktu

Menangis dalam Egois

0 komentar

Kau menangis dalam gelap
Biar tiada yang tau, kau harap

Namun

Bagaimana bisa mataku cairkan pendar di indah matamu?

Bagaimana bisa jemariku seka kesedihan di lembut pipimu?

Bagaimana bisa pundak ku tersapa kilau hitam rambutmu?

Bagaimana bisa lidahku padamkan api di hati kecil mu?

Bagaimana bisa telingaku dimanja oleh suara merdu mu, bahkan ketika kau menangis?

Dalam gelap kau menangis
Sungguh, kau egois!

Diantara Jarak

0 komentar

Diantara jarak ku kagumi pagi
yang sabar menanti embun terjun
di tepi pucuk dedaun

Diantara jarak ku kagumi malam
yang diam-diam lukis impian
di sela sunyi temaram

Diantara jarak ku kagumi kau
yang elok nya tak sanggup ku talar
dalam diam dan gusar

Cukup gagah kah diri
Tuk mengagumi
Diantara jarak
Tanpa durasi?

Tiada Kuasa

0 komentar

Padamu tak ku taruh harapan berlebih
Namun, apa kau tau?:

Jemariku renta; tiada kuasa sentuh bayangmu
Suaraku hampa; tiada kuasa sapa dengarmu
Pandangku semu; tiada kuasa toleh parasmu

Aku bagai dikutuk menjadi batu,
Kian kelabu, kian membiru
sering aku dirajam sang waktu
yang enggan membeku
demi perjamuan antara kau dan aku

Tatkala sang Waktu berbudi kepadaku
Sudikah kau buka pintu tuk ketiadakuasaanku?
Atau...
Kuasa kah aku tuk mengetuknya?

There's a Party!

0 komentar

I'm crawling out from my peaceful darkness
Feeling so lazy and moving so slowly
There are voices calling me vigorously
Dragging my bones, my muscles, my veins
There's a party!

"Come on join man!"
I know that voice
The one of those voices, so annoying
Should I join the party?
So annoying, so annoying!

Lights beaming, music beating
As I anxiously entering
A house which is sparkling
Those people, dancing, jumping
So annoying, so annoying!

"Hey man try this wine!"
A stranger offering me a cup of wine
It's red wine... o wait, or is it blood?
I'm feeling insane as I'm holding the cup
So annoying I swear to god

I'm drinking the wine
As I'm upset but not to whine
I scrutinize those faces
Those maddening, happy faces

Before my eyes caught something so appealing

Candle? Why there's a candle in a party?
A candle that so obvious among this huddle
Lightened by the moonlight
Through a lonely skylight
That candle, this wine...

Ignition! So pleasing so pleasing!

I poured the wine into the fire

That miraculous revelation
Burnt them like bacon
Bodies were dancing and jumping in combustion
As lights beaming, music beating
O so pleasing so pleasing!

I'm crawling back toward my peaceful darkness
Feeling so lazy and moving so slowly
There's a voice calling me vigorously
As I see 'myself' sitting in the dark, sleepy and lazily
"Come on join man!"
There's a party!

Jurnal 1

0 komentar

13.00
Di perjalanan ke kampus, saya melihat tiga anak kecil bermain; loncat-loncat, terkekeh-kekeh, di tengah jalan komplek, dengan ibunya, atau entah siapa, sebagai penjaga mereka. Dulu, saya juga seperti mereka; bermain di lapangan atau di sekola tempat mama mengajar, bersama teman-teman yang sebagian tidak saya ingat lagi, lupa. Sambil dijaga mama atau disuapi, ah senangnya.

Sekarang... ah saya malas menceritakan saya yang "sekarang".

13.10
Saya beli kamus. Saya takut dicoret di tangan sama pa Budi kalau ketahuan tak bawa atau tak punya.
40.000 rupiah, habis sudah.

13.20
Ada pesan singkat dari teman sekelas saya: "kuliahnya ga jadi bro"

40.000 tadi? Aaahhh uangku.
Tapi saya lanjutkan saja langkah menuju kampus, tanggung. Walau tak ada kuliah, toh pasti ada teman-temanku.
Kosan sudah pengap, cari obrolan saja, biar ga kosong.

Orgil II

0 komentar

Aku lupa ingat
Aku luap tangis
Aku pula sinting
Aku siul nista
Aku sunat ilusi
Aku sita usil
Aku tali Susi

Hehehee...

Tengkuk

0 komentar

Elok mu menyeruak berarak
Sentak kuat ku teriak serak
Sorak beriak hati tertolak
Terbahak rindu sepihak

Freedom?

0 komentar

You got my soul
Grasped by those eyes of yours

Hold it like the sky holds the cloud
Squeeze it like the cloud squirts the rain
It ain’t water but rain of blood
Each drop hits the land in pain

I envy the birds that soar
Chirp me their mocking roars
If I have wings
Why am I always walking?

Forgive me for I have sinned
Please mercy my wrong doing
I could hardly ever grin
If it’s my wings that you’re holding

O’ Lord, I have no choice
But to slay those very eyes of hers

Don't You Know?

0 komentar

1

I seek for red
On my blood that often shed
I seek for yellow
In a twilight that seems so slow
I seek for green
In a very vast, barren field
I seek for blue
In my vain that has no clue
I seek for purple
As I feel alone in a huddle

2
O’ dear, O’ my treasure
Don’t you know
That I still waiting on the corner
Of the rainbow?

Orgil

0 komentar

Engkau ilmuwan dalam berkhayal
Engkaulah sang durjana pun sang gembira
Tawa mu menyeruak ramai angkasa
Nyanyian mu pusat mata-mata, telinga
Namun duka seringkali tusuk mereka
Tiap jiwa yang denganmu bersua

Ikhlasmu yang tiada dua
Hanyut bagai kayu terlupa tanah
Beban hidup dulu membatu
Menguap bagai air terlupa awan
Namun hina seringkali hujam mereka
Tiap jiwa yang denganmu bersua

Namun Engkaulah sang Raja
Tuk kami bocah-bocah belia, oh Raja
Tiada berharap jadi seperti Engkau, Raja
Hanya sorak sorai lantuni hadirmu mu, oh Raja
Pun petualanganmu nan liar itu, sekali lagi, Raja
“ooo~rang~gi~laaaa~!”